Friday, February 25, 2005

LoliPop

Permen lolipop. Bukan permen karet. Atau coklat. Permen lolipop merah rasa strawberry. Bukan hanya karena dia sangat menyukai warna merah, tapi dia tak pernah benar-benar menyukai rasa lain. Hanya strawberry.

Lolipop adalah ciuman pertamanya. Tak ada yang lebih dahsyat daripada itu. Warnanya merah merekah, bentuknya bulat bundar lingkaran, rasanya manis. Saat bibir mereka bertemu, dunia bagai kereta kencang yang ditarik rem daruratnya. Berhenti tiba-tiba. Membeku.

Permen lolipop adalah kesenangan sesaat paling favorit. One hour standnya. Di kencan mereka yang singkat, dia selalu melumat habis rasanya tanpa sisa. Bergumul dengan harum tubuhnya, bergerak mengikuti sensasi, menggeliat.

Dan Waktu cuma jadi kambing congek, tanpa bergerak melihat Lolipop sekarang di renggut nyawa terakhirnya. Merah merekah kini pindah ke bibirnya. Manis masih terasa di lidahnya, tapi sebentar lagi akan hilang. Ia tahu itu.

Tuesday, February 22, 2005

Nulis Yuuk

Saya harus menulis setiap hari. Harus. Kalau tidak, saya khawatir tiba-tiba saya sesak seperti kehabisan udara. Persis ikan yang ditarik keluar dari dunianya.

Menulis adalah bernafas lewat kata. Menarik makna menghembuskan karya. Seperti persalinan. Berjuang keras untuk melahirkan. Melihatnya hidup, dan bergerak.

Saya harus menulis apa saja. Sedikit banyak, bagus jelek, panjang pendek, seru bosan.

Tekad tinggal tekad.

Bagaimana kalau tiba-tiba suatu hari tidak ada hal yang dapat saya tulis? Maksud saya, benar-benar tidak satupun. Berarti saya harus menulis tentang hal itu. Dan lihat apa yang sekarang saya temukan, banyak hal untuk kembali ditulis. Dilahirkan.

Apa yang menyebabkan tak ada satupun yang dapat ditulis, kapan terakhir saya seperti itu, bagaimana bila pengarang terkenal mengalami hal seperti saya. Banyak kan?

Ayo menulis. Hidup perlu sedikit dikorek dan dituangkan dalam kata.

Friday, February 11, 2005

Jobless

Berapa orang di dunia ini yang lebih memilih jadi burung ketimbang jadi manusia? Jelas saja, burung tak perlu mencuci ban kotor setelah bepergian di hari hujan, tak perlu bayar hutang, tak perlu antri saat di ATM, tak perlu pusing mikirin tagihan.

Burung cuma perlu tempat berpijak sejenak, meluruskan kaki-kaki kecilnya lalu berterbangan lagi mengacak-ngacak angkasa.

Gayung pun bersambut. Hari ini “Asosiasi Burung Sejagat” buka lowongan. Mereka mencari tenaga-tenaga baru buat bermacam-macam posisi. Mengantarkan surat, jadi sasaran tembak pemburu, dan yang paling aku suka, bermain-main dengan orang-orangan sawah. Sungguh pekerjaan yang menyenangkan.

Wawancaranya walk-in interview, bawa CV lengkap dengan portfolionya. Di ruang tunggu hati jantung saya berdegup kencang sambilo menerka-nerka pertanyaan apa yang akan diberikan. “Jangan lupa, tatap matanya dan pastikan jawaban yang keluar bernada positip” begitu saran seorang teman sebelum berangkat tadi.

Seseorang baru saja keluar dari ruangan interview, wajahnya berseri-seri. Itu berarti ancaman buat karir saya. Saya sangat menginginkan pekerjaan ini. Masih 3 orang lagi mengantri di depan saya, dan tak kan saya biarkan satupun keluar dari ruangan itu dengan wajah berseri-seri lagi.

”Mau cokelat, pak? Lumayan daripada iseng menunggu” saya menawari mereka dengan ramah.

”Wah, terima kasih” jawab mereka bertiga.

Saya pun menghitung detik di jam tangan saya. Tepat di detik ke 139, ketiganya kontan ngacir ke kamar mandi dengan terbirit-birit. Obat pencuci perut saya mulai bekerja. Saya pun tertawa lepas sendirian di ruang tunggu itu.

Sekarang saya sedang menatap tajam ke dalam matanya. Semua jawaban yang telah keluar bernada positip. “Saya berhasil” bergumam dalam hati.

Sampai pada pertanyaan terakhir.

“Bruuuk” tiba-tiba tubuh saya terlempar dari ruangan, terjatuh duduk. Saya mencoba bangun, membersihkan noda di kemeja saya. Masih terlihat nada kesal di mata pewawancara itu.

”Huuuuu, mau jadi burung kok takut terbang”
”DAMN, saya lupa”

Saya pun tertunduk lesu, berharap esok hari masih ada lowongan untuk jadi ikan atau kelelawar. Tapi saya sadar, saya tak bisa berenang dan takut gelap.

Monday, February 07, 2005

Do the infinity.... and Beyond

Saya punya masalah dengan ketinggian. Kalau nggak salah, bahasa medisnya Acrophobia (whatever that means) Kalau kita coba kebet sedikit dari kamus Acrophobia berarti ketakutan yang sangat, saat berada di tempat yang tinggi. Efeknya bisa bermacam-macam, debar jantung yang lebih cepat, nafas menjadi lebih pendek, urat-urat menjadi tegang dll. Sungguh tersiksa.

Tapi bukan itu yang saya rasakan. Coba lihat keatas lagi, saya bilang saya “punya masalah” dengan ketinggian, dan itu bukan ketakutan. Kebalikannya, saya justru sangat nyaman berada di ketinggian. Saya senang berada lebih dekat menuju angkasa. Saya cuma khawatir, semakin tinggi saya, tanah yang saya tinggalkan di bawah sana semakin menggoda saya untuk kembali. Tiba-tiba saya ingin terjun.... bebas... lepas..... mungkin mati terkapar.

Sunday, February 06, 2005

Java Net

”Ada yang kosong, mbak?”

”No 3 paling pojok, isi kolom user, password kosongin aja” jawabnya. Seperti biasa, tak ada ekspresi yang berlebihan dari air mukanya.

Setidaknya seminggu sekali, anak itu mengunjungi tempat yang terletak di lantai 4 sebuah mall itu. Disana, disekat kecilnya yang nyaman ia bisa menghabiskan waktu sekitar 2 jam, ditemani sebotol air mineral dan sebutir permen mint yang didapat secara cuma-cuma sebagai compliment kepada pelanggan yang telah melampaui 1 jam pertamanya.

User: Elf
password:

connect

Inilah dia, sekarang Elf tengah berada di persimpangan dunia. Ia bisa kemana saja sebebas udara, selepas air sungai saat bertemu samudera. Tak ada arah yang dituju, ia cuma hadir dan menikmati.

Cuma Elf dan teropong kecilnya siap melihat dunia. Berharap maya nya tak lebih buruk dari nyata.

Saturday, February 05, 2005

Di mall

Terlena diantara tubuh-tubuh tanpa helai benang
Mencoba memutuskan novel apa yang akan dibeli
Dan akan kemana setelah ini